Bd, 18 Juli 2013
Yeah, beginilah akhir-akhir ini perasaan sedang tidak menentu...
Tepatnya sih mulai dari kemarin, rasanya deg-degan aja...
The reason?
I don't really know...
Mungkin karena terlalu takut mengatakan pada diri sendiri tentang apa yang jadi ganjalan.
Bukan apa-apa sih, sekedar meyakinkan kalau apa yang dipikirkan ini bukan termasuk kufur nikmat.
Ya, Ya Allah, saya takut dibilang kufur nikmat olehMu ya Allah,
Sungguh, sampai detik ini, tidak ada yang patut diucapkan kepadaMu selain alhamdulillah wa syukurillah...
Setidaknya keinginan orang tua saya, ibunda tersayang, telah kutunaikan walau masih belum semua...
Sekolah, kuliah, lulus, kerja, menikah, dan sekarang sedang menanti kelahiran my baby....
Begitupula dengan adek yang udah mau lulus kuliah, pasti jadi kebanggaan ibunda, anak laki-lakinya tumbuh ditengah era yang carut marut ini, tapi alhamdulillah, adek bukan tipe anak yang "salah" gaul. Dia tetap anak ibu, yang masakan favoritnya ya masakan ibu, tetap manja diusianya yang udah 22 tahun ini, tetap anak ibu bangeeeettt... Dan hal ini melegakan saya karena ibu pernah berpesan, "sesukses apapun kamu nanti, kamu harus bisa membawa adekmu menjadi laki-laki yang lebih sukses". Mungkin dimata ibu, inilah kebanggaan terbesar saat ini. Melihat anak perempuannya berkeluarga dan juga sekaligus bekerja di BUMN, dan anak laki-lakinya yang insyaAllah akan segera bekerja ditempat yang tak kalah bergengsinya.
Tapi ibu, sungguh, saya sangat takut mengungkapkannya terutama kepada orang-orang terkasih, suami dan ibu...
Saya berkali-kali menanyakan pada diri saya sendiri, apakah ini yang saya cari?
Kehidupan inikah yang menjadi cita-cita saya?
It's almost perfect....
Tapi, apa nilainya jika kita tak bisa berkumpul dan saya menjadi istri yang menurut saya jadi seenaknya saja melayani suami (mengingat harus bekerja, diluar kota, bertemu hanya sesekali). Kalaupun sekarang saya dan suami bisa bersama-sama karena suami sedang di Bandung, tapi, hey, wake up! What about next? Ketika ia harus kembali ke dunianya yang berada di Malang, di dunia yang seharusnya saya juga disana, bagaimana ketika saya melahirkan anak kami nanti, apakah setega itu saya akan meninggalkan mereka di Malang?! No! It's absolutely freak! Demi apapun itu, kalau kami harus dipisahkan bukan karena Allah, saya sungguh tidak rela.
Pertanyaan kemudian kembali muncul, bukankah saya disini juga karena Allah berkehendak?
Ya Allah, I dunno what to say,,,
Pekerjaan inipun, mungkin saat ini adalah yang terbaik, selain ada kemungkinan untuk dimutasi ke daerah asal, karena saya dan suami, jujur saja, masih membutuhkannya untuk tabungan kehidupan kami, sebagai modal membuka lapak (insyaAllah). Seandainya saya bisa dimutasi secepat yang saya bayangkan...
Beberapa bulan kemaren, saya mencoba mencari cara agar saya dapat dimutasi dengan menghadap langsung kepada "Ibu" kami (VP), berharap beliau bisa memahami posisi saya. Mendengar rekomendasi dari rekan-rekan tentang bagaimana Ibu kita bersikap kepada pegawainya dulu (sebelumnya beliau dipindahkan ke daerah, beliau pernah menjadi VP di unit kami, kemudian diganti oleh seorang bapak dan sekarang kembali lagi di sini, kemudian baru saja digantikan lagi oleh bapak dari daerah) maka membulatkan tekad saya untuk mengutarakan maksud saya. Bismillah, saya tidak takut, karena saya rasa niat saya cukup kuat dan saya yakin Allah bersama saya. Tapi hingga saat ini, tidak ada tindak lanjut dari Ibu, dan saya sangat kecewa, karena beliau memberikan harapan yang kosong, hingga akhirnya beberapa hari lalu beliau dimutasi. Sedih, pasti, tapi saya menyemangati diri untuk tetap menaruh harapan dalam doa. Mungkin belum waktunya,,,
Kemudian saya kembali gusar,
Bagaimana tidak, usia kehamilan yang makin tua, saya menjadi was-was jika saja permohonan mutasi itu tidak segera di follow up kembali kepada VP kami, yang sekarang dijabat oleh seorang Bapak dari daerah. Tapi, kemudian saya takut, karena belum mengenal perangai Bapak. Tapi disisi lain, kenapa harus gusar jika yakin kepada Allah. Allah Maha membolak-balikkan hati...
Ya Allah, beri hamba keberanian lebih untuk bisa menerima apapun respon dari Bapak.
Semoga ini benar keputusan dariMu, yang terbaik bagi kami...
Aku tak berani membayangkan jika keinginan ini tak dikabulkan,
Sederhana, saya hanya ingin menjadi istri dan ibu yang baik, dan tetap bisa membantu suami selama dia mau.
Ya Allah bantu kami...
La khaula wa la quwwata illa billah...
semangat dan sabar ya yu... ^^
BalasHapusistikharah neng :)
semoga bisa segera mendapat jalan keluar terbaik yaa :*
Amiiinn,, makasih ya aunty likhum :*
BalasHapus